Petasan
dan kembang api merupakan dua jenis benda yang tidak asing lagi di
masyarakat sejak jaman dahulu. Bahkan ada yang menggunakan petasan
sebagai bagian dari kebudayaan etnis tertentu. Sebenarnya, seperti
apakah petasan dan kembang api itu? Dan mengapa begitu populer di
masyarakat, terutama menjelang Ramadhan, Idul Fitri, dan Tahun Baru.
Kemudian, bagaimana Islam memandang hal ini?
Petasan atau mercon merupakan bubuk
peledak yang dikemas dengan lapisan kertas dan memilki sumbu. Daya ledak
petasan masuk ke dalam kategori rendah atau low explosive. Bahan
peledak kimia yang digunakan petasan antara lain adalah mesiu. Bahan
peledak ini cukup dikenal di masyarakat. Selain digunakan sebagai bahan
pembuatan petasan, mesiu juga digunakan dalam pembuatan peluru ataupun
bom ikan.
Kecepatan detonasi ledakan petasan adalah antara 400 dan 800 meter per detik. Kembang api adalah bahan peledak berdaya ledak rendah piroteknik
yang digunakan umumnya untuk estetika dan hiburan. Bahan yang dugunakan
untuk membuat kembang api adalah dari berbagai bahan kimia. Warna-warna
yang dihasilkan merupakan kombinasi yang rumit dari berbagai bahan
kimia. Unsur yang sering digunakan untuk pembuatan kembang api antara
lain adalah magnesium, natrium, fransium, litium, boron, kalium, kalsium
dan berbagai oksidator.
Tradisi penggunaan petasan dan kembang
api berawal dari negara Cina sejak abad ke-11, yaitu pada masa
pemerintahan Dinasti Sung (926M – 1279M). Bahan dasar petasan dan
kembang api, yaitu mesiu, banyak digunakan dalam peperangan melawan
expansi Mongolia pada tahun 1279M. Selain itu, mesiu juga digunakan
untuk memeriahkan perayaan pernikahan dan kegiatan spiritualitas;
mengusir roh-roh jahat yang bisa mengganggu perayaan atau pesta.
Sedangkan di Indonesia, petasan dan kembang api ini pertama kali
dikenalkan oleh bangsa Tiong Hoa yang berada di Batavia (sekarang
menjadi kota Jakarta) pada tahun 1740 melalui perayaan Peh Cun dan
perayaan tradisi Cina lainnya.Tradisi ini kemudian diikuti oleh
masyarakat Betawi dalam merayakan pesta pernikahan atau khitanan.
Menurut Sejarawan Betawi, Alwi Shahab,
bahwa pada jaman dahulu, jarak antara rumah satu dengan yang lainnya
sangat berjauhan, sehingga diperlukan bunyi petasan untuk memberitahu
bahwa ada perayaan pesta di suatu tempat. Namun, seiring dengan
berjalannya waktu, penggunaan petasan ataupun kembang api juga mengalami
perubahan fungsi. Bagi etnis Tiong Hoa adalah untuk mengusir roh-roh
jahat dan bagi masyarakat betawi lebih digunakan sebagai sarana
komunikasi, sedangkan bagi sebagian orang digunakan untuk hiburan
semata.
Menjelang bulan Ramadhan, cukup banyak
orang yang menggunakan petasan untuk meramaikan suasana. Biasanya
dinyalakan pada saat menjelang sahur dan setelah berbuka puasa. Bagi
sebagian besar orang, hal ini cukup mengganggu karena menimbulkan
kebisingan. Selain itu, penggunaan petasan atau kembang api dinilai juga
membahayakan jiwa orang lain. Petasan dan sejenisnya merupakan barang
gelap yang berarti barang yang dilarang.
Pada jaman Belanda, telah dikeluarkan
undang-undang mengenai penggunaan bunga api yang tercantum dalam Lembar
Negara No. 41 Tahun 1940 mengenai pelaksanaan Undang-Undang Bunga Api,
dimana antara lain adanya ancaman pidana kurungan selama tiga bulan atau
denda sebesar Rp 7.500,- apabila melanggar ketentuan membuat, menjual,
menyimpan, mengangkut bunga api dan petasan yang tidak sesuai standar
pembuatan. Kemudian pemerintah memperbaharui undang-undang tersebut
menjadi Undang – Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman
hukuman mencapai 18 tahun penjara.
Lalu, bagaimana Islam memandang hal ini,
tentu mengacu pada apa yang terdapat pada Al Qur’an dan Hadist. Islam
sangat mencintai kedamaian dan ketenangan bagi umatnya. Tidak ada
toleransi bagi segala bentuk pengrusakan dan kejahatan karena jelas akan
merugikan kaum itu sendiri. Muslim yang baik, adalah yang mampu menjaga
tangan dan lisannya agar tidak menyakiti orang lain. Al Hasan Al Bashri
mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun
itu hanya menyakiti seekor semut.” (Syarh Al Bukhari, 1/38).
Penggunaan petasan dan sejenisnya, jelas
akan mengganggu orang lain karena suara-suara bising yang ditimbulkan.
Belum lagi, bahaya yang mengancam jiwa, tidak hanya pengguna saja tetapi
orang-orang disekitarnya. Hal ini juga ditegaskan dalam hadist
Rasulullah saw : “Janganlah membuat bahaya (terhadap orang yang tidak
membuat bahaya terhadapmu). Janganlah pula membuat bahaya (dalam rangka
membalas dendam)” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3/77, Al
Baihaqi 6/69, Al Hakim 2/66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).
Selain merusak dan berbahaya, Islam
memandang bahwa petasan dan sejenisnya juga merupakan hal yang tidak
berguna dan pemborosan. Mungkin kita pernah mendengar istilah Petasan = Bakar Uang.
Istilah ini memiliki pengertian bahwa membeli petasan merupakan
pengeluaran yang sia-sia atau tidak bermanfaat sama sekali, dan hanya
menghambur-hamburkan uang semata. Allah SWT menegaskan dalam fimanNya:
“Dan janganlah kamu hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros – pemboros itu adalah saudara – saudara syaitan”. (QS.
Al-Isro’: 26-27).
Bulan Ramadhan merupakan bulan suci bagi
umat Muslim di seluruh dunia. Selayaknya diisi dengan kegiatan yang
bermanfaat dan menimbulkan barokah bagi sesama. Allah SWT menjanjikan
pahala yang berlipat dan pengampunan atas dosa-dosa bagi hamba-hambaNya.
Karena itu, setiap muslim ingin melaksanakan ibadah dengan khusyuk pada
bulan yang barokah ini. Sangatlah tidak etis disaat orang-orang sedang
beribadah, ada sebagian orang menggunakan petasan dan kembang api yang
dapat menimbulkan kebisingan yang jelas dapat mengganggu ibadah mereka.
Belum lagi semakin banyaknya penjual petasan dan kembang api di
masyarakat. Padahal jika kita pikirkan kembali , setiap rupiah yang
dikeluarkan untuk membeli petasan bisa digunakan untuk sedekah kepada
kaum fakir dan yatim piatu. Apakah kita tega melihat masih banyak
orang-orang yang tidak mampu di sekitar kita, sementara kita sendiri
berpesta pora dengan petasan dan kembang api.
Melihat penjelasan serta dalil-dalil
tersebut di atas, maka jelaslah bahwa Islam melarang umatnya untuk
menggunakan petasan dan sejenisnya yang dapat merusak, mengganggu dan
membahayakan orang lain. Islam juga melarang penjualan barang yang dapat
berdampak buruk bagi orang banyak. Dalam hal ini adalah petasan dan
kembang api. Sebagai seorang Muslim yang baik, sudah seharusnya kita
taat dan patuh terhadap apa yang ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Hadist.
Semoga Allah SWT memberikan hidayah pada kita semua. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar